SURABAYA, AIANews.id – Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Ajeng Wira Wati, menekankan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan di Kota Pahlawan, dengan fokus utama pada kompetensi dan moral para guru. Penegasan ini disampaikan oleh Ketua Fraksi Gerindra DPRD Surabaya ini, bertepatan dengan momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Jumat (2/5/2025)
“Momen ini seharusnya menjadi pengingat bagi dinas pendidikan untuk terus membimbing para guru agar meningkatkan kompetensi dan nilai moral. Setiap tahun kualitas ini jangan sampai menurun, justru harus semakin meningkat,” ujar Ajeng.
Menurut politisi Gerindra yang membidangi pendidikan ini, guru memegang peranan sentral sebagai sosok yang digugu lan ditiru atau dipercaya dan dicontoh, sehingga wajib menjadi teladan dalam sikap dan perilaku bagi peserta didik. “Guru adalah cikal bakal masa depan anak-anak kita,” tegasnya.
Ajeng menyoroti perlunya pengembangan kompetensi dan moral guru secara berkelanjutan, tidak hanya terfokus pada beban kerja harian. Ia berharap pihak sekolah turut memberikan perhatian serius pada aspek fundamental ini.
Lebih lanjut, Ajeng mengingatkan agar tidak ada lagi tempat bagi kekerasan dalam dunia pendidikan, khususnya yang melibatkan interaksi antara guru dan murid.
“Kami dari DPRD bersama dinas pendidikan mengecam keras segala bentuk kekerasan, terlebih jika dilakukan oleh guru. Perlu pembinaan emosional dan kesehatan mental bagi guru, karena banyak tantangan pendidikan dari paparan digital dan mungkin tekanan kerja lainnya,” jelasnya.
Sementara, terkait kinerja Dispendik Surabaya, Ajeng mengakui masih ada tantangan dalam pemenuhan sumber daya manusia (SDM), terutama guru. Ia mendorong sinergi antara pemerintah daerah dan pusat untuk mengatasi kekurangan guru, termasuk kebutuhan mendesak akan guru pendamping bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).
“Kami mendorong agar ada pendataan ulang oleh Dispendik terkait kebutuhan guru, baik untuk tahun ajaran 2025 maupun rekrutmen PPPK ke depan. Saat ini ada kekhawatiran bahwa guru pendamping disabilitas masih sangat minim, padahal anak-anak disabilitas belajar bersama siswa reguler dan sangat membutuhkan perhatian,” paparnya.
Minimnya guru pendamping ini, menurut Ajeng, juga berpotensi menjadi salah satu faktor penyebab masih terjadinya kasus perundungan atau bullying terhadap siswa disabilitas.
“Bullying tidak boleh ditoleransi, baik terhadap siswa normal maupun disabilitas. Tapi kita juga tidak bisa hanya menyalahkan guru, karena mungkin memang jumlah guru pendamping belum mencukupi,” tegas Ajeng.
Kedepan, Ajeng berharap Dispendik dapat memperkuat kolaborasi dengan Dinkes dan Dinsis untuk memberikan layanan yang optimal dan holistik bagi anak-anak berkebutuhan khusus di Surabaya.
“Kolaborasi ini diharapkan mencakup aspek pendidikan, kesehatan, serta dukungan sosial secara menyeluruh, agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi secara holistik dan berkelanjutan,” pungkasnya. (alm)

 
													

